Monday, September 29, 2008

FYI
Topik: FW: Mengapa Andi F. Noya (KickAndy) Keluar dari
Metro TV? (catatan refleksi)
Diambil dari milis sebelah.
Dr.Irene

**LENTERA JIWA**

source: http://www.kickandy <http://www.kickandy />
..com//
<http://www.kickandy .com/>

Banyak yang bertanya mengapa saya mengundurkan diri
sebagai pemimpin
redaksi Metro TV. Memang sulit bagi saya untuk
meyakinkan setiap orang
yang bertanya bahwa saya keluar bukan karena pecah
kongsi dengan Surya
Paloh, bukan karena sedang marah atau bukan dalam
situasi yang tidak
menyenangkan. Mungkin terasa aneh pada posisi yang
tinggi, dengan power
yang luar biasa sebagai pimpinan sebuah stasiun
televisi berita,
tiba-tiba saya mengundurkan diri.

Dalam perjalanan hidup dan karir, dua kali saya
mengambil keputusan
sulit. Pertama, ketika saya tamat STM. Saya tidak
mengambil peluang
beasiswa ke IKIP Padang. Saya lebih memilih untuk
melanjutkan ke Sekolah
Tinggi Publisistik di Jakarta walau harus menanggung
sendiri beban uang
kuliah. Kedua, ya itu tadi, ketika saya memutuskan
untuk mengundurkan
diri dari Metro TV.

Dalam satu seminar, Rhenald Khasali, penulis buku
Change yang saya
kagumi, sembari bergurau di depan ratusan hadirin
mencoba menganalisa
mengapa saya keluar dari Metro TV. Andy ibarat ikan di
dalam kolam..
Ikannya terus membesar sehingga kolamnya menjadi
kekecilan. Ikan
tersebut terpaksa harus mencari kolam yang lebih
besar.

Saya tidak tahu apakah pandangan Rhenald benar. Tapi,
jujur saja, sejak
lama saya memang sudah ingin mengundurkan diri dari
Metro TV. Persisnya
ketika saya membaca sebuah buku kecil berjudul Who
Move My Cheese.Bagi
Anda yang belum baca, buku ini bercerita tentang dua
kurcaci. Mereka
hidup dalam sebuah labirin yang sarat dengan keju.
Kurcaci yang satu
selalu berpikiran suatu hari kelak keju di tempat
mereka tinggal akan
habis. Karena itu, dia selalu menjaga stamina dan
kesadarannya agar jika
keju di situ habis, dia dalam kondisi siap mencari
keju di tempat lain.
Sebaliknya, kurcaci yang kedua, begitu yakin sampai
kiamat pun
persediaan keju tidak akan pernah habis.

Singkat cerita, suatu hari keju habis. Kurcaci pertama
mengajak
sahabatnya untuk meninggalkan tempat itu guna mencari
keju di tempat
lain. Sang sahabat menolak. Dia yakin keju itu hanya
dipindahkan oleh
seseorang dan nanti suatu hari pasti akan
dikembalikan. Karena itu tidak
perlu mencari keju di tempat lain. Dia sudah merasa
nyaman. Maka dia
memutuskan menunggu terus di tempat itu sampai suatu
hari keju yang
hilang akan kembali. Apa yang terjadi, kurcaci itu
menunggu dan menunggu
sampai kemudian mati kelaparan. Sedangkan kurcaci yang
selalu siap tadi
sudah menemukan labirin lain yang penuh keju. Bahkan
jauh lebih banyak
dibandingkan di tempat lama.

Pesan moral buku sederhana itu jelas: *jangan
sekali-kali kita merasa
nyaman di suatu tempat sehingga lupa mengembangkan
diri guna menghadapi
perubahan dan tantangan yang lebih besar.* Mereka yang
tidak mau berubah,
dan merasa sudah nyaman di suatu posisi, biasanya akan
mati digilas waktu.

Setelah membaca buku itu, entah mengapa ada dorongan
luar biasa yang
menghentak-hentak di dalam dada. Ada gairah yang luar
biasa yang
mendorong saya untuk keluar dari Metro TV. Keluar dari
labirin yang
selama ini membuat saya sangat nyaman karena setiap
hari keju itu sudah
tersedia di depan mata. Saya juga ingin mengikuti
lentera jiwa saya.
Memilih arah sesuai panggilan hati. Saya ingin berdiri
sendiri.

Maka ketika mendengar sebuah lagu berjudul Lentera
Hati yang dinyanyikan
Nugie, hati saya melonjak-lonjak. Selain syair dan
pesan yang ingin
disampaikan Nugie dalam lagunya itu sesuai dengan kata
hati saya, sudah
sejak lama saya ingin membagi kerisauan saya kepada
banyak orang.
Dalam perjalanan hidup saya, banyak saya jumpai
orang-orang yang merasa
tidak bahagia dengan pekerjaan mereka. Bahkan seorang
kenalan saya, yang
sudah menduduki posisi puncak di suatu perusahaan
asuransi asing,
mengaku tidak bahagia dengan pekerjaannya. Uang dan
jabatan ternyata
tidak membuatnya bahagia. Dia merasa lentera jiwanya
ada di ajang
pertunjukkan musik. Tetapi dia takut untuk melompat.
Takut untuk memulai
dari bawah. Dia merasa tidak siap jika kehidupan
ekonominya yang sudah
mapan berantakan. Maka dia menjalani sisa hidupnya
dalam dilema itu. Dia
tidak bahagia.

Ketika diminta untuk menjadi pembicara di
kampus-kampus, saya juga
menemukan banyak mahasiswa yang tidak happy dengan
jurusan yang mereka
tekuni sekarang. Ada yang mengaku waktu itu belum tahu
ingin menjadi
apa, ada yang jujur bilang ikut-ikutan pacar (yang
belakangan ternyata
putus juga) atau ada yang karena solider pada teman.
Tetapi yang paling
banyak mengaku jurusan yang mereka tekuni sekarang --
dan membuat mereka
tidak bahagia -- adalah karena mengikuti keinginan
orangtua..

Dalam episode Lentera Jiwa (tayang Jumat 29 dan Minggu
31 Agustus 2008),
kita dapat melihat orang-orang yang berani mengambil
keputusan besar
dalam hidup mereka. Ada Bara Patirajawane, anak
diplomat dan lulusan
Hubungan Internasional, yang pada satu titik mengambil
keputusan drastis
untuk berbelok arah dan menekuni dunia masak memasak.
Dia memilih
menjadi koki. Pekerjaan yang sangat dia sukai dan
menghantarkannya
sebagai salah satu pemandu acara masak-memasak di
televisi dan kini
memiliki restoran sendiri. Saya sangat bahagia dengan
apa yang saya
kerjakan saat ini, ujarnya. Padahal, orangtuanya
menghendaki Bara
mengikuti jejak sang ayah sebagai dpilomat..

Juga ada Wahyu Aditya yang sangat bahagia dengan
pilihan hatinya untuk
menggeluti bidang animasi. Bidang yang
menghantarkannya mendapat
beasiswa dari British Council. Kini Adit bahkan
membuka sekolah animasi.
Padahal, ayah dan ibunya lebih menghendaki anak
tercinta mereka
mengikuti jejak sang ayah sebagai dokter.Simak juga
bagaimana Gde Prama
memutuskan meninggalkan posisi puncak sebuah
perusahaan jamu dan jabatan
komisaris di beberapa perusahaan. Konsultan manajemen
dan penulis buku
ini memilih tinggal di Bali dan bekerja untuk dirinya
sendiri sebagai
public speaker.

Pertanyaan yang paling hakiki adalah apa yang kita
cari dalam kehidupan
yang singkat ini? Semua orang ingin bahagia. Tetapi
banyak yang tidak
tahu bagaimana cara mencapainya.

Karena itu, beruntunglah mereka yang saat ini bekerja
di bidang yang
dicintainya. Bidang yang membuat mereka begitu
bersemangat, begitu
gembira dalam menikmati hidup. Bagi saya, bekerja itu
seperti rekreasi..
Gembira terus. Nggak ada capeknya, ujar Yon Koeswoyo,
salah satu
personal Koes Plus, saat bertemu saya di kantor
majalah Rolling Stone.
Dalam usianya menjelang 68 tahun, Yon tampak penuh
enerji. Dinamis. Tak
heran jika malam itu, saat pementasan Earthfest2008,
Yon mampu
melantunkan sepuluh lagu tanpa henti. Sungguh luar
biasa. Semua karena
saya mencintai pekerjaan saya. Musik adalah dunia
saya. Cinta saya.
Hidup saya, katanya.

Berbahagialah mereka yang menikmati pekerjaannya.
Berbahagialah mereka
yang sudah mencapai taraf bekerja adalah berekreasi.
Sebab mereka sudah
menemukan lentera jiwa mereka.

No comments: